Kemudian dekatlah pula ajalnya dan kutanyakan padanya kepada siapa aku dipercayakannya. ujarnya : ” Anakku! tak seorang pun yang kukenal serupa dengan kita keadaanya dan dapat kupercayakan engkau kepadanya. Tetapi sekarang adalah masa dimana datangnya kebangkitan seorang Nabi yang mengikuti agama Ibrahim secara murni. Ia nanti akan berhijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam. Seandainya kamu dapat kesana, temuilah dia. Dia memiliki tanda kenabian yang nyata di bahunya, yang apabila engkau melihatnya engkau akan dapat secara langsung mengetahuinya, dia tidak memakan shodaqoh sebaliknya dia sangat bahagia menerima hadiah. Suatu saat lewatlah suatu kelompok, kemudian aku menghampiri mereka dan meminta mereka mengajakku bersama rombongan tersebut dengan imbalan aku memberikan sapi dan kambing yang aku gembalakan. “baiklah, ujar mereka.”
Demikianlah mereka membawaku serta dalam perjalanan hingga sampai di suatu negeri yang bernama Wadil Qura. Disanaaku mengalami penganiayaan, mereka menjualku pada seorang yahudi. Ketika tampak olehku banyak pohon kurma, aku berharap kiranya negeri ini yang disebutkan oleh pendeta kepadaku dulu, yakni yang akan menjadi tempat hijrah Nabi yang ditunggu. Ternyata dugaanku meleset.
Mulai saat itu aku tinggal bersama orang yang membeliku, hingga suatu saat datang seorang yahudi dari bani Quraidhah yang membeliku pula darinya. Aku dibawanya ke Madinah, dan demu Allah baru saja kulihat negeri itu, akupun yakin itulah negeri yang disebutkan dulu.
Aku tinggal bersama yahudi itu dan bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraidhah, hingga suatu saat dibangkitkannya Rasulullah yang datang ke Madinah dan singgah pada Bani ’Amar bin ’Auf di Quba.
Pada suatu hari, ketika aku sedang bekerja di kebun dan berada di puncak pohon kurma sedang majikanku di bawahnya, tiba – tiba datang seorang yahudi saudara sepupunya yang mengatakan padanya : ”Bani Qilah celaka! Mereka berkerumun mengelilingi seorang laku-laki di Quba yang datang dari Mekah dan mengaku diri sebagai Nabi….”
Demi Allah, baru saja aku mendengar hal itu, tubuhku pun bergetar keras hingga aku hamper jatuh menimpa majikanku. Aku segera turun dan kataku pada orang tadi : ”Apa kata anda?” ada berita apakah?”
Majikanku langsung meninjuku sekuat-kuatnya dan berteriak padaku ”apa urusanmu dengan ini, ayo kembali pada pekerjaanmu!” maka aku pun kembali bekekerja….
Setelah hari petang, kukumpulkan segala yang ada padaku, lalu keluar dan pergi menemui Rasulullah di Quba. Aku masuk kepadanya ketika beliau sedang duduk bersama beberapa orang anggota rombongan. Lalu kataku kepadanya ; ”Tuan – tuan adalah yang sedang dalam kebutuhan. Kebetulan aku mempuyai persediaan makanan yang telah kujanjikan untuk shodaqoh. Dan setelah mendengar keadaan tuan – tuan, maka menurut hematku, tuan – tuanlah yang lebih berhak menerimanya, dan makanan ini kubawa ke sini ’. Lalu makanan itu kutaruh di hadapannya.
Makanlah dengan nama Allah.
Sabda Rasulullah kepada sahabatnya, tetapi beliau tidak sedikit pun mengulurkan tanggannya menjamah makanan itu. ”Nah, demi Allah!” kataku dalam hati, ”inilah satu dari tanda – tandanya…bahwa ia tak mau makan harta shodaqoh”.
Aku kembali pulang, keesokan paginya aku kembali datang kepada Rasulullah dan aku berkata : ”aku melihat tuan tidak suka makan harta shodaqoh, tetapi aku mempunyai sesuatu yang ingin aku serahkan kepada tuan sebagai hadiah”. Lalu kutaruh makan tersebut di hadapannya. Maka beliau bersabda pada sahabatnya :
Makanlah dengan nama Allah.
Dan beliaupun turut makan bersama mereka. ”Demi Allah” kataku dalam hati. ”inilah tanda kedua, bahwa ia bersedia menerima hadiah”.
Aku kembali pulang dan tinggal ditempatku beberapa lama. Kemudian aku pergi menemui Rasulullah yang tengah mengiringi jenazah dan dikelilingi oleh sahabat – sahabatnya. Ia memakai dua lembar kain lebar, yang satu dipakainya sebagai sarung dan yang satu lagi sebagai baju.
Kuucapkan salam kepadanya dan kutolehkan pandangan hendak melihatnya. Rupanya ia mengerti akan maksudku, lalu beliau menyingkapkan kain burdah di lehernya hingga nampak pada pundaknya tanda yang kucari, yaiut cap kenabian sebagaimana yang disebutkan pendeta dahulu.
Melihat itu aku meratap dan menciuminya sambil menangis. Lalu aku dipanggil menghadap Rasulullah. Aku duduk di hadapannya dan aku menceritakan kisahku kepadanya sebagai yang telah kuceritakan tadi.
Kemudian aku masuk Islam dan perbudakan menjadi pengahalang bagiku untuk mengikuti perang Badar dan Uhud. Lalu Rasulullah menitahkan padaku untuk meminta pada majikanku untuk membebaskanku dari perbudakan dengan menerima uang tebusan. Demikian akhirnya aku dimerdekakan oleh Allah.
#jadi terharu ane yang ngetik 😥
Di tahun – tahun kejayaan ummat Islam, panji – panji Islam telah berkibar di seluruh penjuru, harta benda yang tak sedikit mengalir ke Madinah sebagai pusat pemerintahan baik sebagai upeti ataupun pajak untuk kemudian diatur secara tata cara negara Islam, hingga negara mampu memberikan gaji dan tunjangan tetap bagi masyarakat.
Di tengah gundukan harta negara yang berlimpah, maka dimanakah Salman?
Bukalah mata anda dengan baik!
Tampaklah orang tua berwibawa duduk di sana di bawah pohon naungan pohon, sedang asyik memanfaatkan sisa waktunya disamping berbakti untuk negara, menganyam dan menjalin daun kurma untuk dijadikan bakul atau keranjang. Nah itulah dia Salman….!
Perhatikan lagi dengan cermat!
Lihatlah kainnya yang pendek, karena amat pendeknya sampai terbuka kedua lututnya. Padahal ia seorang tua yang berwibawa, mampu dan tidak kekurangan. Tunjangan yang diterimanya tidak sedikit, sekitar empat sampai enam ribu setahun. Tapi semua itu disumbangkan habis, satu dirham pun tak diambil olehnya. Katanya ”Untuk bahannya kubeli daun satu dirham, lalu kubuat dan kujual tiga dirham. Hasilnya, satu dirham kugunakan untuk membeli bahan, satu dirham untuk keluarga, dan satu dirham untuk shodaqoh (Subhanallah).
Suatu ketika Salman pernah ditanyai orang: Apa sebenarnya anda tidak menyukai jabatan sebagai Amir? Jawabnya: ”Karena manis waktu memegangnya tapi pahit waktu melepaskannya!”
Pada ketika yang lain, seorang sahabat memasuki rumah Salman, didapatinya ia sedang duduk menggodok tepung, maka tanya sahabat itu : ke mana pelayan? Ujarnya : ”Saya suruh untuk keperluan, maka saya tak ingin ia harus melakukan dua pekerjaan sekaligus”.
Apa sebenarnya yang kita sebut ”rumah” itu ? Baiklah kita ceritakan bagaimana keadaan rumah itu yang sebenarnya. Ketika hendak mendirikan bangunan yang berlebihan disebut sebagai ”rumah” itu, Salman bertanya kepada tukangnya :
”Bagaimana corak rumah yang hendak anda dirikan?” Kebetulan tukang bangunan ini seorang ’Arif, mengetahui kesederhanaan Salman dan sifatnya yang tak suka bermewah – mewahan. Maka ujarnya: ”Jangan anda khawatir! Rumah itu merupakan bangunan yang dapat digunakan bernaung di waktu panas dan tempat berteduh di waktu hujan. Andainya anda berdiri, maka kepala anda sampai ke langit – langit; dan jika anda berbaring, maka kaki anda akan terantuk pada dindingnya”. ”Benar”, ujar Salman, ”Seperti itulah rumah yang akan anda bangun”.
Tak ada satu pun barang berharga dalam kehidupan dunia ini yang digemari dan diutamakan oleh Salman sedikitpun kecuali suatu barang yang memang amat diharapkan dan dipentingkannya, bahkan telah dititipkan kepada isterinya untuk disimpan di tempat yang tersembunyi dan aman.
Ketika dalam sakit yang membawa ajalnya, yaitu pada pagi hari kepergiannya, dipangggillah isterinya untuk mengambil titipannya dahulu. Kiranya hanyalah seikat kesturi yang diperolehnya waktu pembebasan Jalula dahulu. Barang itu sengaja disimpan untuk wangi – wangian di hari wafatnya. Kemudian sang isteri disuruhnya mengambil secangkir air, ditaburinya dengan kesturi yang dikacau dengan tangannya, lalu kata Salman kepada isterinya: ”Percikkanlah air ini di sekelilingku….Sekarang telah hadir di hadapanku makhluk Allah yang tiada dapat makan, hanyalah gemar wangi – wangian….!
Setelah selesai, ia berkata kepada isterinya: ”Tutupkanlah pintu dan turunlah!” Perintah itu pun dituruti oleh isterinya. Dan tak lama antaranya isterinya kembali masuk, didapatinya ruh yang beroleh berkah telah meniggalkan dunia dan berpisah dari jasadnya… ia telah mencapai alam tinggi, dibawa terbang oleh sayap kerinduan; rindu memenuhi janjinya, untuk bertemu lagi dengan Rasulullah Muhammad dan dengan kedua sahabatnya Abu Bakar dan Umar, serta tokoh – tokoh mulia lainnya dari golonga syuhada dan orang – orang utama…
Ingatlah Allah di kala dukamu, sedang kau derita.
Dan pada putusanmu jika kamu menghukumi.
Dan pada saat tanganmu melakukan pembagian (Salman Al Farisi)